TNI AL Tak Main-Main: Lima Ponton Liar Ditangkap di Pantai Asmara, Negara Turun Tangan Selamatkan Laut Bangka Barat



Mentok, Bangka Barat — Negara akhirnya berlayar. Ombak Pantai Asmara pada Rabu pagi, 10 Desember 2025, bergemuruh bukan oleh badai, melainkan oleh hukum yang menegakkan dirinya sendiri. Lima ponton tambang liar ditangkap oleh Pos Angkatan Laut (Pos AL) Mentok di bawah Pangkalan TNI AL Bangka Belitung, setelah berhari-hari menambatkan keserakahan di atas ruang laut tanpa izin.

Operasi yang dipimpin Lettu Laut (T) Sulaiman, A.Md., dengan kapal patroli PATKAMLA MENUMBING 1346, dilakukan setelah tiga kali peringatan diabaikan oleh para pemilik ponton.
“Sudah tiga hari kami beri peringatan agar mereka tidak berlabuh di sepanjang Pantai Asmara. Himbauan diabaikan, maka kami terpaksa bertindak,” tegas Sulaiman di dermaga Mentok.

Lima ponton tersebut kini diamankan di Pos AL Mentok. Pemiliknya akan diperiksa karena diduga melanggar izin pelayaran, hukum laut, dan pemanfaatan ruang laut tanpa izin.

Penertiban ini bukan sekadar patroli laut, melainkan aksi penyelamatan infrastruktur vital nasional. Di bawah ombak Pantai Asmara terbentang kabel bawah laut sebagai jalur listrik dan data utama bagi Bangka Belitung.

Kabel tersebut merupakan objek vital nasional sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, UU No. 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982, dan Permen KKP No. 28 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan ruang laut.

Namun, di atas urat nadi negeri itu, ponton-ponton tambang liar berlabuh seenaknya, menancapkan jangkar di antara jalur kabel, menantang hukum seperti burung besi yang tak kenal etika.
“Kalau kabel bawah laut itu putus, bukan cuma nelayan yang kehilangan arah satu provinsi bisa gelap total,” ujar Sulaiman dengan nada tajam.

Menurut penelitian Universitas Padjadjaran (2023), pelanggaran terhadap zona perlindungan kabel laut dikategorikan sebagai kejahatan terhadap objek vital nasional. Dampaknya tidak lokal, tapi sistemik: listrik padam, komunikasi lumpuh, ekonomi berhenti.

Aksi tegas TNI AL ini menyentil nurani kolektif berapa lama lagi hukum laut akan kalah oleh logika tambang?
Di Bangka Barat, pesisir telah lama menjadi arena benturan antara ekonomi cepat dan keadilan ekologis. Para pemilik ponton menganggap laut sebagai halaman belakang yang boleh digarap sesuka hati. Padahal laut adalah ruang publik milik bangsa, bukan lahan privat bagi penambang.

“Negara akhirnya turun ke laut, bukan untuk berperang, tapi menegakkan keadilan maritim,” ujar seorang perwira muda yang ikut dalam operasi itu.
Ucapan lirihnya menampar kenyataan bahwa hukum di laut sering dibiarkan terapung, sampai negara sendiri yang harus menurunkannya ke ombak.

Penertiban ini menjadi peringatan moral. Bukan hanya kepada pelanggar, tapi juga kepada birokrasi yang sering membiarkan hukum tenggelam oleh kompromi.
Menurut Jurnal Hukum Tatohi Universitas Pattimura (2022), lemahnya koordinasi antara lembaga maritim menyebabkan ruang laut menjadi “wilayah abu-abu” tempat kapal, tambang, dan ponton ilegal beroperasi seolah hukum hanyalah tulisan di atas kertas.

“Tanpa penegakan yang tegas, hukum laut akan tetap jadi huruf di atas ombak,” tulis jurnal tersebut.
Dan pagi itu, huruf itu akhirnya berubah menjadi tindakan.

Selama tiga hari, TNI AL memberi peringatan bahwa itu adalah panggilan nurani. Tapi ketika nurani diabaikan, jangkar hukum dijatuhkan.

Kasus lima ponton liar ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ia adalah potret rakus yang menambang masa depan.
“Laut bukan ladang tambang. Ia ruang hidup,” kata seorang nelayan tua di Pantai Asmara dengan suara serak.
Kata-katanya sederhana, tapi lebih tajam dari pasal hukum suara rakyat yang menjaga laut bukan dengan senjata, tapi dengan nurani.

Negara, melalui TNI AL, hari itu membuktikan satu hal bahwa hukum tidak boleh berhenti di darat.
Kedaulatan bukan slogan, ia harus berlayar, menjaga ombak, dan menegakkan jangkar keadilan di dasar lautnya.

Referensi Hukum dan Literatur Publik (dapat diakses langsung):

Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982
https://un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf

UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS
https://peraturan.bpk.go.id/Details/49873/uu-no-17-tahun-1985

UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
https://peraturan.bpk.go.id/Details/38805/uu-no-32-tahun-2014

Permen KKP No. 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ruang Laut
https://jdih.kkp.go.id/peraturan/permennkp-no-28-tahun-2021

UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. https://peraturan.bpk.go.id/Details/53679/uu-no-36-tahun-1999

Jurnal Hukum Tatohi – Universitas Pattimura (2022):
“Penataan Kabel dan Pipa Bawah Laut dalam Perspektif UNCLOS 1982”
https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/tatohi/article/view/568

Repository Universitas Padjadjaran (2023):
“Implementasi Perlindungan Kabel Laut dalam Hukum Nasional Indonesia”
https://repository.unpad.ac.id/items/3a8cfbbc-e48f-4191-8848-08263f9bd526

Jurnal Legalitas – Universitas Jambi (2022):
“Sanksi Hukum terhadap Perusakan Kabel Laut”
https://legalitas.unbari.ac.id/index.php/Legalitas/article/download/517/295

Kementerian Kelautan dan Perikanan (2023):
“KKP Tegaskan Pemagaran Ruang Laut Langgar Aturan”
https://kkp.go.id/news/news-detail/kkp-tegaskan-pemagaran-ruang-laut-langgar-aturan-yw97.html
Baca Juga
Baca Juga
Lebih baru Lebih lama