Laporan Khusus: Satrio, Belva, dan Tim
Muntok, Bangka Barat — Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangka Barat, Fachriansyah, S.IP., M.Si., menegaskan bahwa pembangunan desa wisata di daerahnya bukanlah proyek seremonial pemerintah, melainkan gerakan kolektif masyarakat yang lahir dari semangat gotong royong dan kemandirian warga. Hingga akhir tahun 2024, sebanyak 14 dari 60 desa di Bangka Barat telah ditetapkan sebagai desa wisata aktif.
“Desa wisata tidak bisa dibangun dengan surat keputusan semata. Harus dibangun dengan hati dan waktu,” ujar Fachriansyah saat ditemui di ruang kerjanya di Muntok, Rabu (10/12/2025). Ia menegaskan, pembangunan pariwisata sejati harus tumbuh dari partisipasi masyarakat, bukan hanya kebijakan di atas kertas.
Menurutnya, konsep desa wisata yang dikembangkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bangka Barat berangkat dari filosofi bahwa masyarakat adalah pemilik utama potensi wisata. “Kami membangun seperti perusahaan, tapi perusahaannya milik rakyat. Hasilnya harus kembali ke rakyat,” tegasnya.
Dampak dari program ini mulai dirasakan di berbagai kecamatan, dari Tempilang hingga Parittiga. Warga menata pantai, membuka homestay, hingga memasarkan produk lokal sebagai sumber ekonomi baru.
“Dulu pantai sepi, sekarang tiap akhir pekan ramai. Dinas bukan cuma kasih arahan, tapi ikut turun langsung,” kata Rizal, anggota Pokdarwis Desa Air Lintang.
Di Desa Pelangas, Kecamatan Simpang Teritip, kelompok ibu-ibu kini memproduksi keripik talas dalam kemasan modern.
“Dulu cuma laku 10 bungkus, sekarang bisa 50. Kami dibimbing soal kemasan dan promosi online. Sekarang pembeli datang dari luar desa,” ujar Yuniarti, pelaku UMKM setempat.
Data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bangka Barat menunjukkan bahwa 14 desa wisata aktif telah memiliki kelompok sadar wisata (Pokdarwis) dan program pendampingan rutin. Namun, Fachriansyah menegaskan bahwa indikator keberhasilan bukan angka, melainkan perubahan sosial-ekonomi di desa.
“Kalau orang datang, makan di warung warga, menginap di homestay, beli oleh-oleh lokal itu artinya ekonomi bergerak. Dan kalau ekonomi warga bergerak, berarti wisata berhasil,” katanya.
Untuk memastikan keberlanjutan, Fachriansyah menerapkan prinsip 3A: Atraksi, Amenitas, dan Aksesibilitas.
“Pantai boleh indah, tapi kalau jalan rusak, wisatawan enggan datang. Karena itu kami kolaborasi lintas dinas agar pembangunan berjalan seimbang,” jelasnya.
Selain infrastruktur, fokus utama Fachriansyah adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dinas secara berkala mengadakan pelatihan digital marketing, manajemen homestay, dan pelayanan wisata (hospitality) bagi kelompok Pokdarwis di seluruh kecamatan.
“Sekarang semua serba digital. Pokdarwis harus bisa bersaing di era media sosial,” tegasnya.
Fachriansyah dikenal bukan sebagai pejabat yang hanya bekerja di balik meja. Ia kerap turun langsung ke lapangan, berdialog dengan warga, dan mencari solusi bersama.
“Beliau sering datang tanpa pemberitahuan, duduk bareng kami di warung kopi, tanya apa yang kami butuh. Itu yang bikin kami semangat,” ujar Darmawan, anggota Pokdarwis Desa Air Bulin.
Pendekatan personal itu membuat banyak anak muda kembali percaya diri tinggal di desa.
“Sekarang kami tidak malu tinggal di kampung. Kami bisa jadi pemandu, fotografer, dan pelaku wisata lokal,” kata Randi, pemuda Desa Air Bulin.
Untuk memperkuat keberlanjutan desa wisata, Fachriansyah menyusun tiga langkah strategis:
Pelatihan digital dan manajemen bagi Pokdarwis.
Pengembangan atraksi berbasis alam dan budaya lokal.
Kolaborasi dengan perguruan tinggi, komunitas kreatif, dan dunia usaha.
Langkah ini menjadi arah baru Bangka Barat menuju pariwisata berkelanjutan dan ekonomi hijau, dengan desa sebagai pusat gerak pembangunan, bukan sekadar objek program.
Menjelang sore di Pantai Batu Rakit, tawa anak-anak dan aroma otak-otak Bangka seakan menandai bahwa sesuatu sedang tumbuh di tanah ini harapan.
“Kalau pariwisata membawa manfaat nyata bagi masyarakat, maka tugas kami sudah benar,” ujar Fachriansyah menutup wawancara.
Kini, di mata masyarakat Bangka Barat, Fachriansyah bukan hanya pejabat, melainkan simbol perubahan pemimpin yang menanam asa di tanah sendiri, membangkitkan pariwisata dari hati, untuk rakyat, dan bersama rakyat.
Sumber Data dan Referensi
Wawancara langsung dengan Fachriansyah, S.IP., M.Si., Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisataan Bangka Barat (Rabu, 10 Desember 2025).
Data Resmi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bangka Barat, 2024–2025.
disbudpar.bangkabaratkab.go.id
Community-Based Tourism – IPB Journal (2023).
CBT dan Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan – UPI Repository (2022).
Tags:
Berita


