TAHUN 2026 AKAN BERLAKU KUHP NASIONAL SELAMAT TINGGAL WETBOEK VAN STRAFRECHT VOOR NEDERLANDSCH INDIE



Oleh :
ISMAIL,SH,MH

PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN AHLI MADYA 
KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM KEPULUAN BANGKA BELITUNG
TRAINERS OF FASILITATOR IMPLEMENTASI KUHP BARU


KUHP Baru yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 6842 pada tanggal 2 Januari 2023 dan berlaku pada tanggal 2 Januari 2026, merupakan salah satu Undang-Undang yang disusun dalam suatu sistem kodifikasi hukum pidana nasional dengan tujuan diantaranya adalah untuk menggantikan KUHP Lama yang merupakan produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda.

Sejak kemerdekaan, KUHP warisan kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie) tidak dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan hukum pidana yang telah berkembang secara masif dari asas-asas hukum pidana umum yang diatur dalam kodifikasi. Perkembangan tersebut berkaitan erat dengan 3 (tiga) hal utama dalam hukum pidana, yaitu perumusan perbuatan yang dilarang (criminal act), perumusan pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility), dan perumusan sanksi baik berupa penjatuhan pidana (punishment) maupun pemberian tindakan (treatment).

Diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP) mengawali era baru hukum pidana di Indonesia. Setelah melewati lebih dari 70 (tujuh puluh) tahun pembentukan, Indonesia akhirnya memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. Sebelum UU KUHP diundangkan, Indonesia memberlakukan Wetboek van Strafrecht (WvS) dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Meskipun dianggap sebagai “konstitusi” hukum pidana, WvS dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan hukum pidana yang bergeser dari Aliran Klasik yang mengutamakan hukum pidana perbuatan (daad-strafrecht) menjadi Aliran Neoklasik yang berorientasi pada orang/pelaku tindak pidana (daad-daderstrafrecht).

Selain itu, adagium “het recht hink achter de feiten aan” (hukum akan selalu tertinggal dari kenyataan dalam masyarakat) terasa sangat kental karena ketentuan dalam WvS dianggap tidak lagi dapat menanggulangi status quo, misalnya belum diaturnya ketentuan mengenai korporasi sebagai subjek hukum pidana. WvS juga dirasakan tidak dapat mengakomodir aktualisasi dari kekhasan hukum di Indonesia seperti eksistensi hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). WvS juga perlu disesuaikan dengan perkembangan hukum karena telah banyak Undang-Undang yang membuat perumusan norma hukum pidana sendiri di luar WvS, misalnya, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Atas dasar latar belakang itulah Pemerintah mengupayakan dibentuknya KUHP yang akan menggantikan WvS di Indonesia. Upaya ini telah dimulai sejak tahun 1958 yang ditandai dengan berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN). Seminar Hukum Nasional I Tahun 1963 kemudian menghasilkan berbagai resolusi yang salah satunya adalah perumusan KUHP baru.

mengenai pidana dan pemidanaan dalam KUHP Baru, memiliki landasan pikir sebagai berikut:

1. Pandangan Retributif/Pembalasan/Lex Talionis yang mewarnai KUHP Lama sudah harus ditinggalkan karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan pemikiran masa ini, dan juga kurang selaras dengan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, diperlukan perumusan Tujuan Pemidanaan dalam KUHP Baru yang akan memberikan arah bagi hakim.

2. Mengedepankan penjara sebagai pidana yang paling tepat dan dominan dalam pemidanaan sudah tidak sesuai lagi dengan pandangan saat ini, sehingga perlu mencarikan solusi yang merpakan Alternatif Pidana Penjara.

3. Alternatif pidana penjara juga sangat bermakna untuk mengurangi kondisi Overcrowding di Lembaga Pemasyarakatan, yang terjadi karena sanksi tindak pidana dalam ketentuan perundang-undanga lebih didominasi oleh pidana penjara.

4. Diskresi yang diberikan pada hakim memang merefleksikan judicial independence. Akan tetapi adanya disparitas dan disproporsionalitas pidana, diperlukan adanya pedoman bagi hakim dalam memutus perkara

5.  Adanya perubahan yang selalu terjadi dalam nilai mata uang, membuat besaran pidana denda harus selalu dimutakhirkan. Seharusnya besaran pidana denda tidak dirumuskan dalam setiap pasal, akan tetapi disatukan dalam bentuk kategori, sehingga hanya kategori yang dimasukkan dalam pasal yang bersangkutan. Dengan demikian, jika diperlukan perubahan dalam nilai mata uang, hanya 1 (satu) pasal yang perlu diamandemen.

6. Hukum pidana perlu mengantisipasi adanya tindak pidana yang kerugiannya kecil dan karakter kepribadian terdakwa yang baik, sehingga perlu dibuka kemungkinan adanya pemaafan pengadilan.

7. Perkembangan dalam ilmu hukum pidana menunjukkan bahwa sanksi pidana bukan lagi satu- satunya jenis sanksi dalam suatu tindak pidana, akan tetapi dikenal pula sanksi berupa ‘tindakan.’ Oleh karena itu, perlu untuk memasukkan tindakan sebagai salah satu jenis sanksi dalam KUHP Baru.

8. Kondisi faktual memerlukan pendekatan yang mengetengahkan penyelesaian konflik pidana tanpa penghukuman

9. Kearifan lokal/local wisdom perlu mendapat tempat dalam hukum pidana nasional dengan menggali nilai-nilai tradisional

10. Jenis Pidana & Tindakan tidak dapat disamakan bagi orang dewasa, Anak & Korporasi, sehingga untuk masing-masing kategori perlu dirumuskan Pidana & Tindakan yang berbeda sesuai dengan karakteristiknya.

Pelaksanaan KUHP Baru harus dimulai dari konsolidasi norma hukum pidana yang baru ke dalam praktik penyelenggaraan hukum pidana. Sebagai dasar hukum pidana di Indonesia, KUHP Baru harus menjadi acuan dasar sehingga benar-benar hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan hukum pidana di kehidupan masyarakat kita.

Semoga Tulisan singkat ini dapat memudahkan dan mempercepat upaya internalisasi ketentuan KUHP Baru, serta memberi edukasi bagi aparat penegak hukum ( Kepolisian, Kejaksaan, Hakim ) Advokat,  akademisi, dan para pemangku kepentingan lain dalam memberikan pemahaman tentang KUHP Baru kepada masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung.
Baca Juga
Baca Juga
Lebih baru Lebih lama