Negeri yang Haus Pertalite: Lingkaran Setan di SPBU Tempilang dan Mafia yang Tak Pernah Kenyang



Tempilang, Bangka Barat — Kelangkaan BBM di Tempilang memasuki babak paling absurd sejak awal November, antrean kendaraan mengular tanpa kepastian, warga berebut sisa-sisa pertalite seperti berebut oksigen, dan harga eceran di pertamini melambung menjadi Rp15.000 per liter, jauh di atas harga resmi, Minggu (16/11/2025).
Sementara di kecamatan tetangga, BBM mengalir normal seperti tak terjadi apa-apa.

Fenomena jomplang ini segera menimbulkan kesimpulan di tengah masyarakat: di Tempilang, BBM bukan hilang, dia disembunyikan.



Warga Tempilang mengeluh kelangkaan bukan karena keterlambatan pasokan, tetapi karena pola hilangnya BBM terlalu “rapi” untuk disebut kebetulan.
Dalam pesan WhatsApp yang diterima media (15/11, pukul 07.25 WIB), seorang warga menulis:

“Ko tadi beli pertalite 15.000/liter di pertamini. Di Tempilang menghilang macam siluman. Di Simpang Yul Kelapa normal.”

Kelangkaan selektif ini membawa satu kata kunci: manipulasi.

Dalam pesan lanjutan, sumber tersebut mengungkap pola yang sudah lama dibisikkan di warung-warung kopi:

“Dek beres agik aparat ngulon urang ngerit, pakai baju dinas dek malu 2 agik. Banyak pengerit pakai tengki modifikasi. Lingkaran setan lah bekerje kek pegawai SPBU.”

Kesaksian warga ini mempertegas dugaan:
ada jaringan yang mengalihkan BBM bersubsidi melalui alur pengerit, barcode pinjaman, pegawai SPBU,  hingga oknum aparat yang menutup mata.

Pola yang disebut warga ini identik dengan temuan lapangan media lokal:

KrimsusTV.online (12/11/2025) mencatat pasokan “tiba-tiba tidak sampai” meski distribusi Pertamina normal.

Penababel.com (13/11/2025) menyebut fenomena ini sebagai “propaganda dari tanah Tempilang”.

ChakraNews.my.id (13/11/2025) menulis aktivitas ekonomi warga lumpuh total.

Gaspar86.com (13/11/2025) menyimpulkan: “Energi itu memang datang, tetapi tidak untuk rakyat.”

Jika ditarik garis lurus, maka kelangkaan BBM di Tempilang memiliki motif jelas: keuntungan luar biasa di pasar gelap.

Ketika laporan media mulai memanas, Wakil Bupati Bangka Barat melakukan sidak ke SPBU Tempilang (Sekilasindonews.com, 13/11/2025).
Namun, bagi warga yang antre setiap hari, sidak itu tak lebih dari tanda kehadiran negara yang terlambat membaca keadaan.

Pertanyaan besar tetap menggantung:
Kenapa hanya Tempilang yang terkena kelangkaan?
Kenapa pengawasan SPBU longgar sampai barcode pelanggan dipakai orang lain?

Jawaban warga lebih jujur daripada penjelasan pejabat:

“Jek ko sak nek ngisik minyak lah dipakai urang barcode e. Kami cuma dapat sisanya.”

“Sisanya.”
Begitulah rakyat diposisikan, warga yang hanya menerima remah setelah rantai gelap selesai menghisap bagian terbaiknya.

Investigasi media daerah memperlihatkan pola kerja mafia BBM di Tempilang:

Pasokan Pertamina tiba di SPBU Tempilang dengan volume normal.

Pengerit bertangki modifikasi antre berulang kali.

Barcode kendaraan warga dipinjam/dipakai untuk ambil kuota lebih.

Pegawai SPBU diduga mengatur alur pembelian.

Oknum aparat terlihat di lokasi, namun tak melakukan penindakan.

BBM berpindah ke pengecer jerigen / pertamini dengan margin keuntungan besar.

Warga dipaksa membeli di harga selangit.

Inilah yang warga sebut sebagai lingkaran setan,lingkaran keuntungan dan lingkaran kejahatan.

Dampak Sosial: Ekonomi Lumpuh, Masyarakat Diremas

Kelangkaan BBM tidak hanya mengganggu mobilitas.
Ia mematikan ekonomi kecil:

nelayan tak melaut,

pedagang kehilangan jam kerja,

ojek tak mendapat penumpang,

biaya angkut hasil panen melambung,

harga sembako ikut naik.

Di Tempilang, harga bensin menjadi penentu apakah dapur mengepul atau tidak.

Lebih tragis lagi:
di tanah yang kaya timah, rakyatnya harus antre bensin seperti negara miskin perang.

Jika dugaan warga terbukti, maka kasus Tempilang bukan sekadar kelalaian,
ini adalah tindak pidana terstruktur.

1. UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas

Pasal 53 huruf b:
Penyalahgunaan BBM subsidi: penjara 6 tahun, denda Rp60 miliar.

2. KUHP Pasal 55 & 56

Siapa pun yang ikut membantu, memfasilitasi, atau bekerja sama dalam kegiatan ilegal dapat dihukum setara pelaku utama.
Termasuk pegawai SPBU, operator, transporter, pengecer, hingga oknum aparat.

3. KUHP Pasal 372

Penggelapan dalam jabatan: berlaku jika pegawai SPBU terbukti mengalihkan BBM menjadi komoditas gelap.

4. UU Perlindungan Konsumen No. 8/1999

Ketersediaan energi adalah hak dasar warga negara, bukan barang mewah yang hanya bisa dibeli melalui jerigen mafia.

Negara memiliki kewajiban hukum, bukan sekadar moral.

Di Tempilang, ironi begitu telanjang:
Sumber daya alam melimpah, tetapi warganya terjepit jerigen.
Tambang timah ilegal bertahun-tahun menambal ekonomi bayangan, namun ketika BBM habis, masyarakat dibiarkan mengemis energi.

Negeri ini tidak kekurangan BBM.
Negeri ini kekurangan keadilan.

Ketika negara hanya hadir untuk sidak sesaat, sementara lingkaran mafia terus berputar, rakyatlah yang perah keringatnya paling dahulu dan paling lama.

DAFTAR LITERATUR:

Berita Utama
KrimsusTV: Tempilang Bangka Barat di Bawah Bayang Mafia Energi
https://www.krimsustv.online/2025/11/tempilang-bangka-barat-di-bawah.html

Penababel: Negeri yang Haus Pertalite
https://penababel.com/negeri-yang-haus-pertalite-propaganda-dari-tanah-tempilang-dan-republik-yang-kehilangan-keadilan-energi/

SekilasindoNews: Wakil Bupati Sidak SPBU Tempilang
https://sekilasindonews.com/imbas-bbm-kosong-wakil-bupati-bangka-barat-sidak-spbu-tempilang

ChakraNews: Kelangkaan Pertalite Ganggu Aktivitas Warga
https://chakranews.my.id/kelangkaan-pertalite-di-tempilang-ganggu-aktivitas-ekonomi-warga/

Gaspar86: Energi yang Tak Pernah Sampai
https://gaspar86.com/2025/11/13/energi-yang-tak-pernah-sampai-menelusuri-jejak-kelangkaan-bbm-di-tempilang/

Landasan Hukum
UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

KUHP Pasal 372, 55, 56

UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen

Sumber Primer
Warga Tempilang (chat pribadi, 15 November 2025)
Baca Juga
Baca Juga
Lebih baru Lebih lama